Kunker DPRA Komisi II, Pemkab Aceh Singkil Sampaikan Persoalan Lahan 2.576 Hektar

Rombongan DPRA Provinsi Aceh dari Komisi II mengadakan pertemuan dengan para petinggi perusahaan sawit di Aceh Singkil

topmetro.news – Rombongan DPRA Provinsi Aceh dari Komisi II mengadakan pertemuan dengan para petinggi perusahaan sawit di Aceh Singkil. Kegiatan rapat tersebut berlangsung dengan agenda ‘Pengawasan Program Kemitraan Kebun Plasma di Aceh Singkil’.

Rombongan DPRA tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II Bidang Perkebunan Irpanusir SE MAg dan dihadiri oleh Asisten I Pemerintahan, Kadis Perkebunan Aceh Singkil. Hadir juga, perwakilan perusahaan, LSM, dan masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut Asisten I Junaidi mewakili Bupati Aceh Singkil menyampaikan kepada rombongan DPRA mengenai surat yang dikirimkan oleh Distanbun Aceh yang di mana disuruh untuk melengkapi berkas atas surat yang dimohonkan pihak perusahaan PT Delima Makmur.

“Hari ini ingin saya sampaikan kepada Ketua DPRA Komisi II Aceh, bahwa Pemkab Aceh Singkil menerima surat yang dikirim oleh Distanbun Aceh mengenai izin HGU lahan 2.576 hektar yang dimohonkan oleh perusahaan PT Delima Makmur. Di mana di situ dijelaskan agar Pemkab mengeluarkan surat ‘clean n clear’ atas lahan tersebut. Namun hingga saat ini pemkab belum mengeluarkanya karena bupati meminta agar pihak perusahaan mengeluarkan kebun plasma 20 persen sesuai peraturan perundang-undangan,” ucap Junaidi, Rabu (9/2/2022).

Junaidi melanjutkan, meski pemkab belum mengeluarkan izin ‘clean n clear’, namun HGU bisa keluar. “Ini sudah di luar kemampuan kami dari Pemkab Aceh Singkil. Kenapa bisa HGU keluar. Padahal kami belum mengeluarkan izin tersebut,” terangnya.

Klaim Perusahaan

Selanjut pada kesempatan tersebut beberapa perwakilan masyarakat menyampaikan persoalan yang mereka hadapi terhadap lahan mereka yang dalam penguasaan perusahaan.

“Mohon Pak. Kami dari masyarakat Desa Ketapang Indah Kecamatan Singkil Utara saat ini merasa teraniaya akibat salah satu perusahaan yang mengklaim lahan kami tersebut masuk dalam HGU mereka,” ujarnya.

“Padahal sejak 1996 kami sudah mengelola lahan tersebut selaku warga yang direlokasi dari tepian sungai. Tepatnya dari Desa Muara Pea Lama, semasa bupati pertama Aceh Singkil. alm H Makmur Syahputra,” lanjutnya.

Namun pada tahun 2004, lahan yang sudah mereka tanami dicabut paksa oleh pihak PT Nafasindo. Perusahaan ini mengklaim lahan itu masuk areal HGU mereka.

“Polemik ini terus berjalan hingga saat ini. Dan kami mohon kepada bapak-bapak dari DPRA, agar bisa membantu kami untuk menyelesaikan persoalan ini,” sambung warga.

Selain dua masalah di atas, berbagai persoalan juga ikut dalam pembahasan. Termasuk kewajiban perusahaan untuk membangun kebun plasma 20 persen.

“Kita beritahukan kepada seluruh perusahaan di Aceh Singkil ini harus taat terhadap peraturan. Kalau memang bukan hak, diimbau kepada perusahaan untuk melepaskannya. Namun bila mana hal ini juga tidak ditanggapi atau tidak direalisasikan oleh perusahaan, maka akan kita beri sanksi. Bila perlu, kita putus ijin HGU-nya,” tegas Irfanusir, selaku Ketua Komisi II DPRA Aceh.

Menurutnya, di sini jelas tanggung jawab sosial perusahaan terhadap warga sekitar. Dan itu tertuang dalam undang-undang.

“Mengenai MoU program pembangunan kebun masyarakat yang sudah disepakati perusahaan dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, maka kami dari Komisi II akan memanggil seluruh pimpinan perusahaan yang ada di Aceh Singkil, sebagai percepatan program tersebut,” imbuhnya.

reporter | Rusid Hidayat

Related posts

Leave a Comment